Polemik Pengangkatan Bupati Beltim
Yusron: Logika Hukumnya Seperti Itu
MANGGAR, POS BELITUNG -- Meski mengaku kurang begitu tahu tentang peraturan yang menyangkut pemberhentian dan pengangkatan kepala daerah, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Yusron Ihza Mahendra berpendapat saat seorang kepala daerah mengajukan permohonan pengunduran diri dan secara resmi diberhentikan, maka tidak serta merta wakil kepala daerah juga ikut diberhentikan.
Apalagi ketika wakil kepala daerah tersebut dirasakan mampu menggantikan posisi kepala daerah untuk melaksanakan jalannya pemerintahan.
“Saya rasa logika hukumnya seperti itu. Misalnya kalau presiden kita mengundurkan diri dan diberhentikan, lalu apakah serta merta wakilnya ikut diberhentikan. Kan tidak? Kalau dia (wakil presiden-red) ikut diberhentikan, lalu siapa yang akan memerintah negeri ini? Kalaupun diberhentikan lalu apa yang menjadi dasar hukum untuk mengangkatnya kembali sebagai presiden?” ungkap Yusron kepada Grup Bangka Pos, Kamis (13/3).
Apalagi ketika wakil kepala daerah tersebut dirasakan mampu menggantikan posisi kepala daerah untuk melaksanakan jalannya pemerintahan.
“Saya rasa logika hukumnya seperti itu. Misalnya kalau presiden kita mengundurkan diri dan diberhentikan, lalu apakah serta merta wakilnya ikut diberhentikan. Kan tidak? Kalau dia (wakil presiden-red) ikut diberhentikan, lalu siapa yang akan memerintah negeri ini? Kalaupun diberhentikan lalu apa yang menjadi dasar hukum untuk mengangkatnya kembali sebagai presiden?” ungkap Yusron kepada Grup Bangka Pos, Kamis (13/3).
Pernyataan tersebut dilontarkan Yusron terkait polemik posisi Bupati Beltim yang saat ini dijabat H Khairul Effendi BSc. Seperti diketahui sebelumnya, Barisan Penyelamat Beltim memohonkan pertimbangan hukum sehubungan pengangkatan Efendi dari jabatannya sebagai Wakil Bupati menjadi Bupati Beltim sebagai konsekuensi pengunduran diri bupati sebelumnya Ir Basuki T Purnama MM. Barisan penyelamat menilai terjadi cacat hukum dalam prosedur pengangkatan Efendi sebagai Bupati Beltim.
Berbicara soal hukum, lanjut Yusron, hukum dibuat berdasarkan logika manusia. Sepengetahuannya, untuk pengangkatan wabup menjadi bupati yang dikarenakan bupatinya mengundurkan diri dan diberhentikan, sudah sewajarnya sang wakil diangkat menggantikan posisi kepala daerah. Apalagi kalau wakil itu dianggap mampu menjalankan tugas kepala daerah yang digantikannya.
Ditambahkannya, kendali pemerintahan bisa saja diberikan kepada pihak selain bupati dan wakil bupati. Hal itu terjadi jika muncul masalah yang sangat mendesak, seperti misalnya kedua pimpinan tersebut meninggal dunia atau karena permasalahan yang membuat keduanya tidak bisa menjalankan roda pemerintahan. Kalau demikian, pucuk pimpinan bisa diambil alih oleh yang berwenang.
“Terlepas dari perasaan suka atau pun tidak suka, kalau saya, saya akan berkata yang sejujurnya. Dan itu berdasarkan peraturan yang berlaku,” tegas Yusron.
Sementara itu, dalam wawancara dengan harian ini, Selasa (11/3) lalu, Ketua DPRD Beltim Masri Sadeli menyatakan surat keputusan pengangkatan H Khairul Efendi BSc dari kursi Wakil Bupati menjadi Bupati Beltim ditandatangani Menteri Dalam Negeri RI setelah sebelumnya dikaji lebih dulu oleh biro hukum departemen dalam negeri. Dengan demikian, terbitnya surat keputusan tersebut tentu ada dasar hukumnya.
Menurutnya, jikapun DPRD tidak mengusulkan pengangkatan itu, tentunya ada koreksi dari provinsi dan departemen dalam negeri sebelum surat keputusan dikeluarkan. Selain itu, kalaupun ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyatakan proses pengangkatan wakil bupati menjadi bupati itu tidak memenuhi persyaratan, maka seharusnya waktu itu ada saran dari provinsi.
Murni Sebuah Kajian

Mustar mengatakan berkenaan permohonan fatwa hukum yang diajukan ke MA RI, substansi gugatan atau yang dimintai fatwa hukumnya adalah menyangkut mekanisme pengusulan sampai dengan pengesahan pengangkatan Wabup menjadi Bupati Beltim Timur. Dalam mekanisme pengangkatan dan pemberhentian bupati/wakil bupati harus terlebih dahulu diusulkan oleh DPRD sebagaimana yang menjadi tugas dan wewenang DPRD (pasal 42 ayat (1) huruf d UU 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan pasal 78 angka 1 huruf d UU 22 tahun 2004 tentang susduk DPR, DPD, DPRD propinsi dan DPRD Kabupaten/kota.
“Fakta yang terjadi bahwa pemberhentian sebagai wakil bupati dan pengangkatan Khairul Effendi BSc sebagai Bupati Belitung Timur tidak diusulkan oleh DPRD Kabupaten Belitung Timur. DPRD Belitung Timur hanya mengusulkan pemberhentian Bupati Belitung Timur Periode 2005-2010 (Ir Basuki T Purnama MM) berdasarkan surat ketua DPRD nomor 170/212/DPRD-Beltim/XII/2006 yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepuluan Bangka Belitung,” ujar Mustar.
Logika hukumnya, lanjut Moestar, bahwa ketika sebagian/salah satu proses tidak dilaksanakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka yang terjadi adalah ketidakpastian hukum/cacat hukum terhadap keputusan final yang akan dikeluarkan. DPRD dalam hal ini adalah representasi kurang lebih 60.000 pemilih yang ada di Kabupaten Belitung Timur yang mempunyai tugas dan wewenang mengangkat dan memberhentikan bupati/wakil bupati yang kemudian diusulkan ke Mendagri untuk disahkan. Kejadian ini ia anggap telah mencederai proses demokrasi yang telah dan akan dilakukan.
“Oleh karena itulah kita mengajukan permohonan fatwa hukum kepada MA untuk memperoleh pendapat hukum, jangan sampai hal ini terjadi lagi di kemudian hari dan dijadikan pembenaran yang tentunya berdampak pada proses ataupun mekanisme demokrasi yang mencakup wilayah hukum apalagi keputusan yang diambil untuk menentukan pemimpin daerah,” tandas Mustar yang ikut memastikan bahwa dari semua yang telah dilakukan Barisan Penyelamat Beltim ini tidak satupun yang memuat unsur politis seperti yang banyak dituduhkan oleh sebagian orang yang tidak menginginkan Belitung Timur maju.
“Dari 15 aspirasi/tinjauan kasus yang telah disampaikan pada tanggal 7 Januari 2008 kepada DPRD Belitung Timur tersebut adalah murni sebuah kajian dan analisa dari berbagai bidang baik hukum, politik, sosial, ekonomi pembangunan dan lingkungan sebagai suatu kontrol sosial untuk memajukan Belitung Timur ke depan,” imbuhnya.
Menurut Mustar, sebagai masyarakat, Barisan Penyelamat Beltim hanya bisa memberikan masukan, saran serta pendapat dan selanjutnya DPRD lah yang menindaklanjuti secara konstitusional berdasarkan mekanisme yang ada. (mun)
Comment Form under post in blogger/blogspot