Subscribe

Statistik Pengunjung

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Minggu, 14 September 2008

Jangan Main Gebuk

edisi: Minggu, 14 September 2008

INDIKASI kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi mendapat perhatian dari Ketua Pengadilan Negeri (PN) Sungailiat, Tjahjono SH M Hum. Saat dimintai komentarnya seputar kekerasan yang dimaksud, Selasa (9/9), Tjajono menyesalkan hal itu.

“Kemungkinan polisi kita ini terinspirasi Film Hunter, tangkap dulu, pukul dulu, bukti belakangan. Di Film Hunter itu kan begitu?” kata Tjahjono tersenyum penuh arti.

Padahal menurutnya, dalam KUHAP, minimal ada pembuktian dulu (bukti awal) yang cukup sebelum bertindak lebih jauh (Pasal 183 KUHAP). “Bukannya main gebuk duluan,” tegasnya.

Saat disinggung berapa perkara mengenai kekerasan oknum yang masuk ke Pengadilan Negeri (PN) dalam tiga tahun terakhir, Tjahjono menggelengkan kepala.
“Nggak ada yang masuk ke pengadilan,” katanya.

Sementara itu, Jumat (12/9), Praktisi Hukum Bangka Belitung Dharma Sutomo SH mengatakan, tidak semestinya seorang penegak hukum melakukan tindak kekerasan untuk mendapatkan pengakuan dan keterangan terkait sebuah kasus pidana yang dilakukan tersangka. Karena katanya, ada cara lain yang dapat dilakukan untuk mendapatkan pengakuan tersangka dalam sebuah penyidikan. “Pengakuan dalam penyidikan hanya bersifat sementara dan tidak punya pembuktian. Karena biasanya tersangka berada dalam kondisi tertekan.

Namun, pengakuan yang sebenarnya yang dapat pembuktian yaitu pada saat pengakuan di pengadilan di bawah sumpah,” papar Momo, sapaan akrab Dharma Sutomo seraya menegaskan, penegakan hukum harus dijalankan sesuai aturan agar tak terjadi pelanggaran HAM.

Pada kesempatan yang sama Momo membeberkan, indikasi kekerasan aparat Polres Bangka bukan pertama kali terjadi. Salah satunya seperti dialami oleh para tersangka kasus perampokan dengan kekerasan di Belinyu tahun lalu.

Menurut Momo, empat remaja yang ditangkap polisi yang diduga terkait kasus tersebut mendapat perlakuan yang tidak semestinya (dipukul) oleh aprat. Tak tahan dianiaya, para tersangka di bawah tekanan petugas terpaksa mengakui tuduhan tersebut.

“Tapi ketika dalam persidangan, para tersangka mencabut pengakuan itu,” ungkap Momo.

Dikatakan Momo, terhadap kasus tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah mengeluarkan tuntutan selama tujuh tahun penjara kepada para terdakwa. Namun karena pembuktian di persidangan tak kuat, para terdakwa akhirnya dibebaskan.

“Para terdakwa tersebut sempat dituntut jaksa tujuh tahun penjara. Namun karena tidak ada pembuktiannya, semua dibebaskan,” papar Momo. (i6)

Sumber : http://www.bangkapos.com/berita/abb3fb32e0d29dc70ab6b1650bc50867/13317/baca/1/0/0/1/2008/September/14/0


Yahoo bot last visit powered by MyPagerank.Net

Powered by  MyPagerank.Net